Pendidik sampai kapanpun akan selalu menjadi profesi mulia yang sarat kebaikan. Profesi penuh tantangan, akan dipuji karena kesabaran dan pengabdiannya, sebaliknya juga akan di caci jika dianggap terlalu keras, otoriter dalam proses belajar mengajar atau dinilai tidak professional. Jika kita membandingkan cara guru mengajar zaman dulu dan sekarang, maka hasil pun berbeda dan tidak sama. Guru dulu yang cenderung keras dan terkategori kasar dibandingkan pola mengajar guru sekarang, justru menjadikan banyak anak didiknya kuat dan tangguh, pekerja keras dan sangat menghargai setiap proses perjuangan dengan afirmasi semangat. Murid-murid tersebut kebanyakan menjadi generasi emas, sukses dan dapat memberi kemanfaatan bagi umat dan bangsa.
Berbeda jika kita bandingkan dengan keadaan sekarang, guru tidak diperkenankan mengajar dengan pola yang dapat mengundang kekerasan fisik dan verbal, hingga pada akhirnya saat guru menghukum anak didiknya yang enggan melaksanakan shalat pun dianggap kekerasan. Padahal peran sejati seorang guru tidak hanya transfer ilmu pengetahuan, tetapi memberikan pemahaman agama melalui berbagai nasehat, mengajarkan kesantunan hingga memunculkan empati terhadap sesama. Sehingga aneh jika ada guru yang tidak peduli dengan hasil akhir pembelajaran atau tidak risih melihat jika muridnya malas beribadah. Tetapi lebih aneh lagi seandainya ada orang tua yang marah jika anaknya diajak melaksanakan ibadah (sholat). Sehingga tidak mengherankan hasil akhir tiap generasi akan berbeda. Al-adab qabla al-‘ilmi, adab sebelum ilmu seperti ungkap Imam Malik. Diksi bermakna dalam, seorang murid tidak akan memperoleh ilmu bermanfaat jika tidak menghormati ilmu, ahli ilmu, dan para guru, dan tidak bermakna ilmu setinggi apapun jika seseorang tersebut memiliki perangai kurang baik atau tidak jujur.
Guru Berkelas bukan hanya dikelas
Menjadi pendidik mungkin terkesan profesi biasa saja sebab dapat dilakonkan oleh semua lulusan sarjana. Tapi pernahkah sebagai orang tua kita melihat bagaimana para guru mendidik anak kita. Mereka memberikan perhatian, kasih sayang, pemahaman dengan sabar sebagai strategi transfer ilmu. Dengan segala kelebihan dan kekurangan sebagai insan, pendidik dituntut profesional dengan tidak menunjukkan kesedihan atau kesenangan berlebihan, walaupun mereka banyak yang belum digaji standar UMR.
Atau pernahkah kita sebagai mantan murid dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi merasakan ketulusan seorang guru ?, yang mampu merubah pandangan banyak kepala pada arti hidup dan ketulusan ?. Karena kesabaran yang tidak biasa banyak anak bangsa tercerdaskan, dewasa melewati proses kehidupan dan akhirnya membuat mereka sukses meniti karir. Dengan kata lain, ungkapan jika guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa menjadi sangat pantas tersemat. Sebuah peribahasa menggambarkan betapa pentingnya peran guru, Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari, guru akan digugu dan ditiru adalah gambaran betapa fundamental sosok guru bagi kelangsungan peradaban.
Walau tidak semua guru mampu mendidik diluar kelas (diluar sekolah), faktanya banyak pula guru atau pendidik yang melihat progres kemajuan belajar anak yang ia didik sebagai bagian pengabdian serta evaluasi perbaikan dalam mengajar. Guru tersebut tiada jenuh memberikan doa dan pengharapan agar kesusksesan diraih oleh anak-anak didiknya, saat bersua pun ia tidak lupa untuk selalu memotivasi, menyemangati. Gurat kebahagiaan terpancar saat ia menemukan murid yg pernah ia didik sukses dengan tetap menjaga adab.
Guru dan Tantangan Zaman
Teknologi yang semakin canggih tidak akan mengurangi peran guru mencetak generasi beradab, sebab hanya itulah penyelamat bangsa dari degradasi moral yang semakin memperihatinkan. Hanya saja memang mau tidak mau guru zaman now harus dapat menguasai IPTEK agar dapat mengimbangi pola berpikir gen z yang ingin segala sesuatu serba cepat. Teknologi wajib menjadi bagian dari strategi para pendidik agar proses transfer ilmu tidak monoton dan membosankan. So, Selamat hari guru nasional, untuk semua guru yang ada di republik ini, semoga selalu dapat memberikan kemanfaatan hingga ujung usia.
Penulis : Dr. Amalia Irfani, M.Si
Dosen FUAD IAIN Pontianak