Rabu, 27 Agustus 2025, adalah sebuah momentum yang penting dituliskan. Hari itu, saya menghadiri pertemuan pertama dengan mahasiswa baru Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam (FDKI) dalam rangka acara pengenalan fakultas. Meskipun kegiatan ini sebenarnya kegiatan rutin di ruang Lab KPI yang sederhana, namun, banyak hal yang luar biasa terkuak.
Ada getaran haru yang datang begitu kuat, dan itu membuat saya merinding. Getaran itu muncul ketika seorang mahasiswa berkebutuhan khusus tampil menyampaikan tafsirannya tentang Cinta Dakwah Cinta. Ia berbicara dalam bahasa isyarat, dan seorang pendamping, Ustadz Arul begitu dia dipanggil, menerjemahkannya dengan penuh cekatan. Pesannya sederhana, tetapi menyentuh: “Cinta itu membawa pesan dan memberi kesan damai.”
Kata-kata itu terasa begitu dalam. Dari seorang mahasiswa yang mungkin oleh sebagian orang dianggap memiliki keterbatasan, justru lahir keluasan makna yang menaklukkan hati. Saya mengakui bahwa tafsirnya itu bukan hanya indah, tetapi juga mengingatkan bahwa dakwah sejati memang harus berangkat dari cinta yang membawa kedamaian. Justru gagasan Cinta yang diusung oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI, bertitik tolak dari spirit cinta yang damai itu.
Tidak hanya dia, beberapa mahasiswa lain juga turut memberikan komentarnya. Ada yang menekankan pentingnya cinta pada kegiatan dakwah, ada yang melihat cinta dakwah sebagai jalan harmoni. Ada juga harapan besar sekaligus pernyataan kebanggaannya bergabung dengan fakultas yang mengusung semangat cinta dalam dakwah. Respon-respon itu begitu tulus dan penuh energi positif.
Namun, pengalaman itu sejatinya sudah dialami sejak awal acara. Kepala Bagian Tata Usaha, Ibu Suyati, dengan penuh ketelatenan menyiapkan panggung sederhana yang sarat makna. Bunga-bunga plastik yang ditata rapi, balon berwarna pink yang menghiasi dinding, semuanya menghadirkan suasana hangat. Itu bukan sekadar dekorasi, melainkan sebuah terjemahan visual tentang apa itu cinta: sederhana, tetapi memberi kesan mendalam.
Begitu juga dengan Wakil Dekan III, Pak Yapandi, merangkai pesan cinta dalam bentuk slogan: “Bersama kita bisa, bersama kita sukses, bersama kita bahagia. Dakwah dengan cinta, komunikasi dengan akhlak mulia.” Kalimat itu bukan hanya retorika, melainkan arah sekaligus kompas. Bahwa dakwah bukan sekadar tugas individual, melainkan kerja kolektif yang digerakkan oleh cinta dan akhlak mulia. Wakil Dekan I Pak Udi Yuliarto dan Wakil Dekan II Pak Ahmad Jaiz juga memberikan pemaknaan dan penegasan khusus pada gagasan ini.
Hari itu saya benar-benar merasakan bahwa Cinta Dakwah Cinta bukan sekadar konsep atau program kerja fakultas, tetapi telah menjadi gerakan. Gerakan yang lahir dari hati, diterjemahkan dalam simbol, dirangkai dalam kata, dan dirasakan dalam kebersamaan. Dari mahasiswa hingga pimpinan, dari panggung hingga ruang rapat, semuanya bergerak dalam tarikan napas yang sama: membangun dakwah dengan cinta.
Pengalaman ini menjadi pertanda baik bagi perjalanan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam (FDKI) ke depan. Bahwa cinta dapat menjadi fondasi dakwah yang menyejukkan, ramah, dan relevan dengan zaman. Bahwa cinta dapat menyatukan yang berbeda, memperkuat yang lemah, dan menumbuhkan harapan baru. Dan saya bersyukur menjadi saksi awal dari getaran itu. (Dekan FDKI, IAIN Pontianak).
Oleh: Dr. Yusriadi, MA