Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Pontianak Sukses Gelar Seminar Internasional Dakwah Virtual dan Fiqih Kontemporer Diperbincangkan Hangat oleh Akademisi dan Mahasiswa

Pontianak, (fdki.iainptk.ac.id) –  Semakin derasnya arus digitalisasi informasi dalam kehidupan umat Islam, mendorong berbagai pihak untuk meninjau ulang pendekatan dakwah yang relevan di era ini. Fakta tersebut menjadi latar belakang diselenggarakannya Seminar Internasional bertema “Dakwah Virtual dalam Bingkai Fiqih Kontemporer: Menjawab Tantangan Etika dan Otentisitas Pesan Islami di Media Sosial” oleh Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam (FDKI) IAIN Pontianak.

Acara ini berlangsung megah di Ruang Sidang Senat Lantai 4 Gedung Rektorat IAIN Pontianak, dengan dihadiri para dosen, tokoh akademisi nasional dan internasional, serta ratusan mahasiswa dari berbagai program studi. Seminar ini tidak hanya menjadi ajang akademik biasa, tetapi menjadi forum terbuka untuk menanggapi fenomena dakwah digital yang kini kian marak namun menyimpan sejumlah persoalan krusial.

Sebagai mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) yang tergabung dalam kepanitiaan dan sekaligus peliput lapangan, saya menyaksikan sendiri bagaimana antusiasme civitas akademika begitu tinggi menyambut forum ilmiah ini. Sejak pukul 06.00 WIB, panitia sudah sibuk melakukan persiapan teknis dan administratif. Di antara mereka ada yang bertugas sebagai registrasi, dokumentasi, hingga operator peralatan digital dan siaran langsung.

Pukul 07.30 WIB, para peserta mulai berdatangan. Saya dan rekan-rekan menyambut mereka dengan penuh keramahan. Ruang sidang perlahan penuh, dan tepat pukul 08.00 WIB, acara dibuka oleh MC Tiana Riski Amanda. Nuansa formal mulai terasa ketika suara pembacaan ayat suci Al-Qur’an dilantunkan oleh Ahmad Madani, disusul oleh lantunan lagu Indonesia Raya dan Himne IAIN Pontianak yang dikomandoi Isti Febrianti.

Acara semakin bermakna ketika Ketua Panitia, Farel Al Bayhaki, naik ke podium dan menyampaikan sambutannya. Dengan suara penuh semangat, Farel menjelaskan bahwa seminar ini adalah bentuk respons dari mahasiswa KPI terhadap tantangan zaman. “Media sosial hari ini adalah mimbar baru bagi umat Islam. Tapi kita harus sadar, tidak semua yang terlihat Islami itu benar secara syariat. Maka kita perlu berdiskusi, menuntut ilmu, dan memahami dakwah dengan dasar fiqih,” katanya.

Acara dibuka secara resmi oleh Dr. Cucu, M.Ag, selaku Dekan FDKI, yang juga menjadi pemateri pertama Dalam penyampaiannya, beliau mengingatkan bahwa di era sekarang, teknologi bisa menjadi alat dakwah atau justru senjata yang membalikkan pesan agama. “Kita bisa menjadi penyampai kebenaran atau penyebar kerancuan. Semua tergantung bagaimana kita memahami fiqih dan akhlak dalam berdakwah,” tuturnya Setelah sesi pembukaan, para pemateri bergiliran menyampaikan gagasan-gagasan penting yang memperkaya perspektif para peserta. Dr. H. Harjani Hefni, Lc., MA membuka sesi berikutnya dengan pemaparan tentang strategi menjaga nilai fiqih dalam dakwah digital. Beliau menyampaikan bahwa media sosial bisa membawa maslahat besar jika digunakan oleh orang yang paham ilmu. Namun jika tidak, ia akan berubah menjadi lahan penyebaran bid’ah, ujaran kebencian, hingga fitnah dalam bungkus “konten Islami.”

Sementara itu, Drs. Abdul Muthalib, MA., Ph.D, alumni McGill University, Kanada, mengangkat isu kontemporer tentang relevansi ushul fiqh dalam merespons perubahan zaman. Dalam paparan ilmiahnya, beliau menjelaskan bahwa fiqih harus dimaknai tidak hanya sebagai hukum, tetapi sebagai jalan berpikir dalam memecahkan persoalan umat. “Ushul fiqh tidak kaku. Ia hidup, fleksibel, dan mampu membaca konteks. Tapi fleksibilitas itu tetap terikat

pada dalil dan maqāṣid al-syarī‘ah,” tegasnya Materi dilanjutkan oleh Dr. H. Yapandi, M.Pd, dosen senior FDKI yang juga merupakan pengampu utama

seminar ini. Beliau menyampaikan materi mendalam seputar definisi, sejarah, dan metodologi fiqih serta ushul fiqh. Ia mengutip kitab al-Risālah karya Imam al-Syafi’i dan al-Muwāfaqāt karya al-Syatibi sebagai fondasi utama pemahaman hukum Islam yang kontekstual. Beliau juga mengingatkan bahwa dakwah harus berlandaskan ilmu, bukan sekadar semangat.

Pemateri selanjutnya, Dr. Mochammad Syaifuddin, M.Pd.I dari Universitas Airlangga, membahas bagaimana fiqih dan ushul fiqh bisa digunakan untuk melihat perubahan zaman yang cepat dan dinamis. Menurutnya, tantangan dakwah masa kini adalah derasnya budaya visual, gaya hidup instan, dan preferensi audiens terhadap pesan-pesan singkat dan viral. Jika para da’i tidak memahami cara kerja media ini, maka pesan dakwah bisa kehilangan makna,

bahkan berbalik menjadi komoditas hiburan yang kehilangan ruh Hal menarik juga disampaikan oleh Dr. Bayhaki, M.A, yang membedah isu jual beli online dari sudut pandang fiqih. Beliau menjelaskan bahwa transaksi digital seperti marketplace dan pinjaman online juga bagian dari ruang dakwah. Para da’i dan mufti masa kini harus mulai mempelajari isu-isu baru ini agar fatwa mereka tepat sasaran dan solutif.

Puncak pemaparan seminar diisi oleh Prof. Dr. Dahlia Haliah Ma’u, M.HI, dosen senior IAIN Pontianak yang menjelaskan mengapa ilmu fiqih menjadi sangat penting untuk dimiliki oleh setiap penggiat dakwah, khususnya di media sosial. Beliau menyoroti maraknya konten Islami di TikTok yang viral namun kadang menyesatkan karena lepas dari validitas dalil dan adab dakwah. “Kita tidak bisa berdakwah hanya dengan gaya, kita harus punya ilmu. Kalau tidak, kita bukan sedang berdakwah, tapi sedang berdagang nama Islam,” katanya disambut tepuk tangan hadirin.

Seminar semakin hidup ketika moderator membuka sesi tanya jawab. Banyak peserta yang antusias, termasuk dari kalangan mahasiswa KPI, yang mengangkat isu-isu ringan namun kontekstual seperti: “Apakah boleh berdakwah sambil menari di TikTok?” atau “Bagaimana menyampaikan dakwah dengan efek suara dan animasi lucu, tapi tetap sopan?” Pertanyaan-pertanyaan ini dijawab oleh para pemateri dengan bijak, tanpa menyalahkan, namun tetap mengarahkan pada kaidah syar’i yang proporsional Menjelang akhir acara, A Fadil Muhammad Isroq memimpin doa penutup.

Setelah itu, sertifikat penghargaan diberikan kepada semua pemateri, disusul sesi foto bersama. Seminar ditutup dengan penuh kekhidmatan dan kepuasan dari seluruh peserta Sebagai operator seminar, saya dan tim bekerja dari balik layar. Meski tidak tampil di depan, kami merasa bangga karena berhasil membantu menyukseskan acara ini. Kami belajar bagaimana manajemen komunikasi yang baik, teknis peliputan, serta

koordinasi tim dalam mengelola acara besar yang penuh tantangan Seminar ini bukan hanya menciptakan suasana ilmiah, tapi juga menyentuh sisi personal kami sebagai mahasiswa dakwah. Kami belajar bahwa dakwah bukan hanya tugas ustaz atau da’i, tapi tugas kita semua sebagai Muslim yang memiliki ilmu dan niat menyampaikan kebaikan.

Media sosial bisa menjadi senjata, bisa juga menjadi ladang pahala. Semua tergantung bagaimana kita menggunakannya.

Penulis :Ahmad Febriyan (KPI)

editor : acip doang