Pontianak, (fuad.iainptk.ac.id) – Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) IAIN Pontianak kembali menyelenggarakan acara Ihya Ramadhan 1446 H, yang diisi oleh Prof. Dr. H. Wajidi Sayadi, M.Ag. Dalam tausiah yang disampaikannya, beliau mengangkat tema tentang “Puasa dan Hakikat Penghambaan”, yang menyoroti pentingnya memahami jati diri manusia sebagai hamba Allah serta bagaimana puasa menjadi jalan untuk mencapai kesadaran spiritual yang lebih tinggi.
Hakikat Penghambaan dan Sifat-Sifat Tuhan
Dalam pemaparannya, Prof. Wajidi menekankan bahwa banyak di antara manusia yang belum menyadari hakikat penghambaan mereka kepada Allah. Bahkan, sering kali sifat-sifat Tuhan justru digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari, seperti sifat sombong dan merasa paling berkuasa. Padahal, hakikat seorang hamba adalah tunduk dan patuh kepada Sang Pencipta.
Untuk menjelaskan lebih dalam, beliau merujuk pada Surah As-Sajdah ayat 7, 8, dan 9, yang berbicara tentang penciptaan manusia dari tanah. Ayat ini menunjukkan bahwa manusia terdiri dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
- Jasmani, yang berasal dari tanah, mencerminkan sifat rendah dan kebutuhan fisik seperti makan, minum, dan nafsu syahwat.
- Rohani, yang berasal dari Allah, merupakan simbol kemuliaan dan kesempurnaan spiritual.
Menurut Prof. Wajidi, penisbatan ruh kepada Allah adalah bentuk pemuliaan dan penghormatan. Oleh karena itu, manusia seharusnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan dorongan spiritual, agar tidak terjebak dalam sifat-sifat rendah yang hanya berorientasi pada duniawi.
Hubungan antara Puasa dan Penghambaan
Puasa di bulan Ramadhan menjadi sarana penting untuk mengembalikan keseimbangan antara jasmani dan rohani. Prof. Wajidi menjelaskan bahwa sifat tanah yang menjadi asal mula penciptaan manusia memiliki karakteristik yang bisa berdampak negatif jika tidak dikendalikan, salah satunya adalah sifat rakus.
“Tidak ada yang tidak dimakan oleh tanah. Segala sesuatu kembali ke tanah. Jika sifat ini ada pada manusia, maka mereka akan menjadi serakah dan berumur pendek dalam kemuliaan. Sebaliknya, jika manusia mengikuti dorongan rohani, maka ia akan menuju tempat yang lebih tinggi dan mulia,” ujar Prof. Wajidi.
Islam tidak mengabaikan kebutuhan jasmani, tetapi menyeimbangkannya dengan kebutuhan rohani. Untuk mencapai tingkat spiritual yang lebih tinggi, ibadah puasa menjadi salah satu metode yang paling efektif. Selama 11 bulan dalam setahun, manusia cenderung mengikuti selera jasmani dan membiarkan jiwa serta pikiran mereka tercemari. Bulan Ramadhan hadir sebagai momen untuk kembali mengenali hakikat penghambaan, menyucikan diri, serta memperkuat hubungan dengan Allah.
Dengan berpuasa, seorang Muslim dilatih untuk menahan keinginan duniawi dan lebih banyak merenungkan makna hidup sebagai seorang hamba. Hati yang bersih dan jiwa yang tenang akan melahirkan kesadaran bahwa manusia adalah makhluk yang harus tunduk dan patuh kepada Allah. Oleh karena itu, semakin banyak seseorang bersujud dan mendekatkan diri kepada-Nya, semakin ia menyadari hakikat penghambaan sejati.
Tiga Kategori Hamba dalam Al-Qur’an
Dalam pembahasannya, Prof. Wajidi juga menjelaskan konsep hamba dalam Al-Qur’an, yang terbagi ke dalam tiga kategori:
- Aabid – Hamba yang masih lebih mengedepankan unsur jasmani dalam kehidupannya, sehingga lebih banyak terfokus pada pemenuhan kebutuhan fisik dan duniawi.
- Abiid – Hamba yang sudah memiliki konsep keimanan yang benar, tetapi masih mengalami kesulitan dalam implementasi ajaran agama dalam kehidupannya.
- Ibaad – Hamba yang benar-benar memiliki ketaatan sejati dan hidup sepenuhnya dalam kepatuhan kepada Allah.
Kategori terakhir ini menjadi tingkatan tertinggi yang seharusnya dicapai oleh setiap Muslim. Dan salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan menjalankan ibadah puasa dengan penuh kesadaran dan ketulusan.
Melalui tausiah ini, Prof. Wajidi mengajak seluruh civitas akademika FUAD IAIN Pontianak untuk lebih memahami makna hakiki dari puasa dan penghambaan. Bulan Ramadhan bukan sekadar momen menahan lapar dan haus, tetapi merupakan kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan Allah dan mengasah kesadaran spiritual. Dengan menjalankan ibadah puasa dengan penuh keikhlasan, seseorang dapat mencapai tingkat penghambaan yang lebih tinggi dan memperoleh kemuliaan di sisi-Nya. Acara Ihya Ramadhan ini diakhiri dengan sesi tanya jawab dan doa Bersama.
Penulis : Asip
Editor : acip doang